Jakarta – Wakil Ketua Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran, Budiman Sudjatmiko membalas TPN Ganjar-Mahfud yang menyinggung pemakzulan terkait pernyataan Presiden Jokowi ‘Presiden Boleh Kampanye’. Budiman mengatakan isu pemakzulan sudah bergulir sejak lama.
“Silakan kalau teman-teman berpikir seperti itu, sebelum Jokowi berbicara itu pun isu pemakzulan juga banyak diomongin kok ya. Jadi Pak Jokowi berbicara itu atau tidak berbicara, saya pikir memang niat mereka memang untuk memakzulkan,” ucap Budiman saat ditemui awak media di Kertanegara, Kebayoran, Jakarta Selatan, Jumat (26/1/2024).
Dia menuturkan isu pemakzulan semakin kuat seiring dengan elektabilitas Prabowo-Gibran yang semakin tinggi. Padahal sebelumnya, isu tersebut tidak pernah bergulir saat elektabilitas paslon nomor urut 02 itu masih di bawah 30 persen.
“Ketika survei Pak Prabowo di bawah 30 persen rekomendasi kira-kira santai aja. Ketika surveinya 40 persen ke atas harus hati-hati. Ketika survei di atas 50 persen bukan rekomendasinya, makzulkan,” katanya.
Dia menuturkan isu pemakzulan hanya digulirkan oleh orang-orang yang khawatir kalah di Pilpres 2024. Dia pun mengibaratkan isu pemakzulan ini seperti anak-anak yang sedang berebut layangan putus.
“Sekarang gini deh siapa sih yang berkepentingan membubarkan sebuah pesta? mereka yang tidak diundang di pesta itu atau mereka yang tidak bisa menangkan tiket war dari pesta itu?” tanya Budiman.
“Saya ngga tau pernah rebutan main layangan nggak waktu kecil? Saya suka rebutan layangan. Kalau yang layangannya putus, suka robek-robek. Saya kira orang-orang berpikir pemakzulan saya pikir mereka masih dalam tahap anak-anak merobek layangan putus yang tidak bisa mereka rebut,” tuturnya.
Sebelumnya Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal presiden boleh berkampanye dan memihak, selama tak menggunakan fasilitas negara, ramai ditanggapi. Deputi Bidang Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis mengatakan hal terebut berbahaya karena dapat diikuti pejabat publik lainnya.
“Presiden mengatakan, ‘kita ini pejabat publik sekaligus pejabat politik, masa sih berpolitik tidak boleh? menteri juga boleh’ pernyataan ini berbahaya karena bisa diikuti oleh menteri, gubernur, bupati, dan kepala desa,” kata Todung di Mesia Center TPN, Cemara 19, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (25/1/2024).
“Dan kalau ini terjadi maka tidak akan ada pemilu dan pilpres yang luber jurdil,” sambungnya.
Berkaca dari UU No 7/2017 tentang Pemilihan Umum, Todung menekankan bahwa pemilu harus dilaksanakan secara langsung, umum, bebas dan rahasia serta jujur dan adil (luber dan jurdil) sesuai pasal 1 dan 2 UU Pemilu. Dirinya juga menyoroti soal pernyataan Presiden bisa kampanye dan memihak, ia menilai joka begitu maka pemilu dan pilpres tak akan mungkin lagi bersifat jurdil.
“Akan sangat mudah menyimpulkan bahwa keberpihakan dalam pemilu dan pilpres akan mencederai pemilu dan pilpres itu sendiri. Akan menggerus netralitas dalam pemilu dan pilpres, akan membuat pemilu tidak luber dan tidak jurdil,” ujarnya.
“Kita sedang menyaksikan dan mengalami regresi demokrasi yang merupakan setback dalam kehidupan kita berbangsa bernegara,” lanjutnya.
Sementara itu, menurutnya pernyataan soal kampanye dapat picu adanya pemakzulan terhadap Jokowi. Ia menjelaskan bahwa sebelumnya Presiden telah disumpah untuk menjalankan konstitusi dan hukum.
“Harap diingat juga presiden juga bersumpah sebelum menjalankan tugasnya, di mana di antara lain presiden berjanji akan melaksanakan konstitusi dan hukum, itu ada dalam Pasal 9 UUD 1945.Kalau presiden tidak melaksanakan tugasnya, sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, maka bisa saja hal ini ditafsirkan sebagai perbuatan tercela,” ucapnya.
“Dan kalau ini disimpulkan sebagai perbuatan tercela maka ini bisa dijadikan sebagai alasan untuk pemakzulan,” imbuhnya.